Rabu, 08 April 2009

what's Caviar???

Pembuatan caviar, makanan bule high class gitu deh....

Caviar apaan sih..
Kok ikannya serem banget.. Mulutnya dibawah gitu.

Dari info yg saya dapet, harganya berkisar 50 dollar (N Rp 350.000,-) untuk 30 gram Caviar (umumnya di restaurant berkelas atas). Makanya mahal karena ikannya langka (gimana ga langka, telurnya diambil mulu), dan ditunggu ampe saat-saat mau bertelur baru ditangkap. Sedangkan ikan sturgeonnya dapat dikonsumsi sebagai makanan yang disebut smoked sturgeon.

Kayaknya telurnya dimakan mentah2 ya

Kisah "Romeo Juliet" Versi Indonesia


Kisah klasik "Romeo Juliet" karya William Shakespeare diadaptasi ke dalam sebuah film Indonesia berjudul sama yang dipadukan dengan kisah nyata fanatisme suporter sepakbola di Indonesia.

"Fanatisme telah hidup dalam diri para suporter berlandaskan berbagai motif, baik yang rasional maupun yang di luar nalar. Mereka bahkan rela mati demi klub kesayangannya," kata sutradara dan penulis naskah film "Romeo Juliet", Andibachtiar Yusuf di Jakarta, Selasa.

Yusuf, demikian ia biasa dipanggil mengungkapkan meski sepakbola identik dengan laki-laki, namun faktanya ribuan suporter fanatik adalah juga kaum perempuan.

Ia juga menemui banyak cerita cinta di kalangan suporter yang berakhir sedih karena menjalin percintaan dengan suporter klub musuh di mana dalam sudut pandang para suporter, jatuh cinta atau bahkan merajut tali kasih dengan suporter klub musuh merupakan hal yang haram.

"Dari situ saya terinspirasi untuk membikin film `Romeo Juliet`, mengangkat kisah cinta dan fanatisme diantara para suporter Jakmania dan Viking Bandung," katanya.

Pendukung Persija Jakarta memberi label para suporter perempuan mereka dengan nama Jak-Angel, sedangkan Persib Bandung memilih nama Lady Vikers. Pada titik inilah cerita dalam film Romeo-Juliet yang diproduksi oleh Bogalakon Pictures ini menemukan rentetan konflik.

Film "Romeo Juliet" berawal dari kisah Rangga (Edo Borne), seorang Jakmania yang jatuh cinta pada Desi (Sissy Prescillia) yang seorang Lady Vikers.

Mereka jatuh cinta pada pandangan pertama saat terjadi bentrokan berdarah antara Jakmania versus Viking. Rangga memutuskan untuk pergi ke Bandung untuk bertemu Desi.

Bagi kawan-kawan dekatnya, kepergian Rangga ke Bandung seperti layaknya menyetorkan nyawa pada Viking. Ia kemudian dianggap pengkhianat oleh para Jakmania.

Sedangkan Desi mengalami penolakan keras tatkala keluarganya tahu bahwa ia menjalin kasih dengan seorang Jakmania. Apalagi kakak Desi, Parman (Alex Komang), adalah pemimpin Viking.

Film ini sangat lekat dengan dunia sepakbola karena dimana Yusuf sebelumnya membesut film dokumenter "The Conductors". Film tersebut berkisah tentang dirigen atau konduktor suporter sebuah klub sepakbola. Film tersebut meraih penghargaan untuk kategori Film Dokumenter Terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2008.

Yusuf mengakui film "Romeo Juliet" masih jauh dari sempurna karena ini merupakan karya pertamanya dalam format layar lebar, namun di balik itu ia bangga karena didukung tim yang solid dalam penggarapannya.

"Aku bersyukur banyak orang-orang hebat yang membantu dalam penggarapan film ini, terutama Ananda Sukarlan yang menjadi `Music Director`. Dia membuat ilustrasi yang sangat indah dan istimewa, pokoknya bagus banget deh," katanya seraya tersenyum.

Film "Romeo Juliet" akan tayang di bioskop Indonesia pada 23 April mendatang dan sebelumnya telah tayang perdana (world premiere) di Hongkong International Film Festival, 23-31 Maret 2009.

Biaya Produksi Film Bisa Ditekan

Dari sisi industri, peran teknologi cukup dominan untuk membuat dunia perfilman lebih berkembang lagi. Saat ini, harus diakui, untuk membuat film berformat seluloid dibutuhkan dana yang tidak sedikit.

"Biaya satu produksi film bisa mencapai antara Rp 5 miliar-Rp 10 miliar. Namun di masa mendatang, dengan kemajuan teknologi kamera dan prosesing film, masalah mahalnya biaya dapat diatasi," kata Direktur Perfilman Nasional Ukus Kuswara di Jakarta, Senin (30/3).

Sejak tahun 2001 dunia perfilman Indonesia mulai menggeliat kembali setelah beberapa lama terpuruk tanpa produksi film. Kini, jumlah produksi film meningkat bahkan di tahun 2008 mencapai 87 film.

"Tahun 2009 ini kami targetkan produksi film sebanyak 100 judul, dan diharapkan kualitas film kita dapat makin baik," kata Direktur Jenderal Seni, Budaya dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Cecep Suparman..

Dalam rangka memperingati Hari Film Nasional ke-59 pada 30 Maret 2009, pemerintah mengajak semua insan perfilman Indonesia untuk terus berkarya dan berkreativitas. Lebih bagus lagi jika bisa menghasilkan film-film Indonesia yang berkualitas.

Berbagai acara digelar untuk menyemarakkan HFN ke-59 ini, seperti workshop, seminar, pemutaran film dan lomba film via handphone. Puncak acara diselenggarakan di Grand Indonesia 26 April 2009.

"Dari sisi kuantitas, perfilman nasional mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Animo produksi film meningkat. Tinggal persoalannya adalah bagaimana para pihak yang terlibat dalam dunia perfilman Indonesia juga meningkatkan sisi kualitas secara bersamaan. Baik dari segi kualitas tema, gambar dan produksi secara keseluruhan," kata Direktur Perfi lman Nasional Ukus Kuswara.

Ukus Kuswara mengharapkan, film-film Indonesia bisa memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat, mendorong perilaku positif masyarakat dan mengajak masyarakat berpikir realistis, tidak bermimpi, serta tetap berpegang kepada kearifan kebudayaan lokal.

Tiga tahun terakhir produksi film meningkat. Di tahun 2006 jumlah produksi film sebanyak 33 judul, tahun 2007 ada 53 judul, tahun 2008 ada 87 judul. Hingga bulan Maret 2009 ini jumlah film yang sudah diproduksi dan dinyatakan lulus sensor mencapai 16 judul.

Untuk makin mengembangkan perfilman nasional, pemerintah melalui Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik telah mengirim surat kepada para gubernur di setiap provinsi untuk menghidupkan kembali bioskop di wilayah provinsi maupun kabupaten/kota. Bahkan diimbau, agar di setiap pusat perbelanjaan modern dibangun bioskop sehingga film nasional lebih cepat beredar hingga ke daerah.

Ukus Kuswara menambahkan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata juga berencana untuk mengotimalkan peran asosiasi-asosiasi perfilman yang ada saat ini. Kita berharap ada standarisasi dan sertifikasi bagi anggota asosiasi, dengan demikian akan terjadi peningkatan kemampuan kinerja para anggota asosiasi dan secara psikologis mereka merasa nyaman dan terlindungi, kata Ukus Kuswara.